MATERI 8 : Akhlak dalam Keluarga

Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling membutuhkan, saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua untuk membantu anak menginternalisasi nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.
Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan hubungan atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan saling memberi tanpa harus diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai pengawas tertinggi yang lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama lainnya. Sikap orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan, perhatian, dan garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap kegiatan anak dengan diiringi contoh teladan, secara praktis anak harus mendapatkan bimbingan, asuhan, arahan serta pendidikan dari orang tuanya, sehingga dapat mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang sejati sesuai dengan ajaran agama yang diberikan kepadanya. Lingkungan keluarga sangat menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak pertama kali menerima sejumlah nilai pendidikan.
Tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua dirasakan oleh anak dan akan menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku. Nilai moral yang ditanamkan sebagai landasan utama bagi anak pertama kali diterimanya dari orang tua, dan juga tidak kalah pentingnya komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral dan agama yang sudah digariskan.
Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan agama pada anak mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam mengartikulasikan nilai-nilai moral agama yang dijabarkan dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena nilai-nilai agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa agamis.
Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial. Suasana seperti ini disebut dengan situasi domestik, tempat lingkungan pergaulan anak hanya terbatas dengan sejumlah orang yang terdapat di dalam keluarga tersebut, seperti ibu, ayah, kakak, adik atau nenek/kakek.
Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi edukatif. Anak belajar berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan lain-lain. Keluarga bertugas meneruskan dan mewariskan sejumlah nilai baik berkaitan dengan kultural, sosial maupun moral kepada anak-anak yang baru tumbuh di dalam rumah tangga. Di sini pula anak diajar mengenal siapa dirinya dan lingkungannya.
Di dalam keluarga, kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan oleh Abraham Maslow juga berlangsung. Pada tahap awal, anak memerlukan kebutuhan dasar seperti makan dan minum, kemudian meningkat kepada kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu meningkat lagi menjadi kebutuhan terhadap keamanan dan kesehatan serta pada waktunya anak memerlukan self actualization (mencari pemaknaan terhadap siapa dirinya).
Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah pengaruh yang datang dari luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu problem yang datang dari luar yang dia sendiri canggung untuk menjawab atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak adalah keluarga. Di sinilah diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan memiliki wawasan yang cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang dihadapinya. Dengan demikian, anak tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menyesatkan dirinya.
Di samping menjadi institusi domestik, keluarga juga dapat menjadi institusi sosialisasi sekunder. Maksudnya adalah bahwa keluarga berperan menghantarkan anak-anak untuk memasuki wilayah sosial yang lebih besar, seperti lingkungan sosial. Dalam konteks ini, keluarga menjadi pengatur dan designer anak untuk memilih lingkungan mana yang tepat dan baik dalam menumbuhkan kepribadian. Keluarga bertanggung jawab untuk mengarahkan anak-anaknya memasuki lingkungan sosial yang baik agar anak terhindari dari pengaruh lingkungan yang tidak sehat.
                      
2.       Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga
Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran.
Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.
Sebelum membahas akhlak terhadap suami atau isteri, maka timbullah pertanyaan, mengapa orang ingin hidup berumah tangga ? Karena pernikahan dalam Islam bertujuan untuk membangun pondasi pertama dalam sebuah komunitas masyarakat, yang dibangun dalam sebuah ikatan sangat kuat serta dibalut dengan rasa cinta, kasih sayang dan saling menghormati.
Dengan demikian timbul lagi sebuah pertanyaan, siapkah anda menikah ? Kesiapan berumah tangga secara  islami harus dibentuk melalui peristiwa pernikahan antara laki-laki dan perempuan muslimah,   yang tentunya diawali dengan persiapan-persiapan diantaranya ;
a.                   Persiapan Ruhiyah (mental), siap menghadapi cobaan dan siap menyelesaikan  masalah
b.                   Persiapan Ilmiah (mengetahui berbagai etika dan aturan berumah tangga)
c.                   Persiapan Jasadiyah (siap memungsikan diri sebagai isteri atau suami)
d.                   Memilih istri atau suami sesuai dengan kreteria agama
e.                   Memahami hakikat pernikahan dalam Islam (membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah)
f.                    persiapan material sesuai kemampuan
Tujuan Perkawinan
a. Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia.
b. Pemeliharaan terhadap keturunan
c. Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral
d. Menjaga ketenteraman jiwa
 e. Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan
       Proses Lahirnya Cinta
a.       Merasakan adanya kedekatan diantara mereka berdua, saling memperkenalkan diri secara terbuka
  1. Masing-masing merasakan ketenangan dan rasa aman untuk berbicara tentang dirinya lebih mendalam (pengungkapan diri)
  2. Merasakan adanya saling ketergantungan antara berdua (saling berbagi rasa dalam kegembiraan dan kesedihan)
  3. Adanya penuhan kebutuhan pribadi kekasihnya, dia rela mengorbankan apa yang dimikinya demi kebutuhan sang kekasih dengan senang hati dan ketulus ikhlasan, tahap inilah yang disebut dengan cinta sejati yang disebut dalam Al Qur’an dengan Mawaddah
  4. Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Adz Dzariyaat:56
  5. Ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala ketenteraman kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan sangat membutuhkan timbal balik akhlakul karimah antar individu (Khususnya suami isteri).

Mohon maaf, silakan kunjungi link berikut untuk materi kelanjutannya. alert-info




1 Comments

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Post a Comment